Menilik Manfaat Internet Di Wilayah 3T

man-headphones

CN, Jakarta - Wilayah pedesaan merupakan lingkungan yang paling rentan terhadap pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah belum maksimalnya akses infrastruktur maupun akses keterbukaan informasi yang merata . Kondisi ini terjadi pula di Indonesia yang masih memiliki desa dalam kategori tertinggal, terpencil dan terluar (3T) sebanyak 17.000 seperti yang tertera dalam Keputusan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi No. 126 Tahun 2017.

Kawasan pedesaan tersebut menjadi prioritas pembangunan dengan salah satu arah kebijakannya adalah penanggulangan kemiskinan, pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa, pembangunan sumber daya manusia (SDM), serta meningkatkan keberdayaan dan modal sosial budaya masyarakat desa. Komunikasi dan akses informasi menjadi kunci dalam pembangunan ekonomi di daerah terpencil. Oleh karenanya   broadband dapat memberikan manfaat di wilayah perdesaan dengan keunggulannya dalam meningkatkan konektivitas antar manusia, antar wilayah, bisnis dan jasa.

Adanya jaringan broadband yang memadai dapat dimanfaatkan lebih jauh sebagai media untuk berinteraksi di masyarakat. Interaksi dan transaksi dapat difasilitasi oleh kehadiran broadband namun pada beberapa lokasi terpencil besar kemungkinan terjadi ketimpangan pemanfaatan dan akses digital  (digital divide) yang disebabkan rendahnya ketersediaan infrasturktur pendukung dan akses terhadap teknologi informasi, serta kapasitas masyarakat yang lemah. Dengan demikian, pengembangan broadband tidak hanya dilihat sebagai penyediaan infrastruktur jaringan semata tetapi lebih kepada sebuah ekosistem yang meliputi jaringan, layanan, aplikasi dan pengguna. 

Para ahli menyatakan bahwa pemberian akses melalui pengembangan broadband tidak serta merta dapat diikuti dengan efektivitas kebergunaannya. Hal tersebut memerlukan sebuah kebijakan yang mendukung terbentuknya sistem sosial atau sebuah ekosistem agar terbentuk masyarakat yang sadar pemanfaatan informasi secara optimal. 

Masyarakat yang paling terdampak dengan adanya ketimpangan digital adalah masyarakat di wilayah perdesaan yang notabene memilih penghidupan dari pertanian, padahal sektor pertanian dapat memanfaatkan teknologi broadband untuk praktek pertanian presisi dan layanan kesehatan. 

Sektor pertanian merupakan sebuah sistem usaha yang terdiri dari petani, pelaku pasar input, dan pelaku pasar hasil produksi yang lokasinya terkonsentrasi pada dua wilayah yang berjauhan yaitu desa dan kota. Fenomena ini sama stratehisnya dengan layanan kesehatan. Kedua wilayah ini mempunyai konektivitas rendah sehingga proses terbentuknya ekosistem pertanian yang terintegrasi memerlukan akses informasi dan komunikasi antar para pelaku usaha pertanian yang terbagi atas tiga tahapan utama yaitu Pra-Produksi, Produksi dan Panen, serta Pasca Panen/Pemasaran.

Hal serupa juga terdapat pada sektor perikanan, antara lain untuk kepentingan penyediaan informasi mengenai cuaca, sumber daya ikan, daerah penangkapan ikan, bahkan pasar. Pengembangan broadband di sektor perikanan dapat berdampak pada pengurangan tingkat kemiskinan nelayan. Pemanfaatan telepon genggam di laut mempermudah nelayan merespon secara cepat permintaan pasar terhadap produk perikanan dan menghindari sumber daya ikan terbuang dengan percuma. Dengan telepon genggam juga dapat mengkoordinasikan permintaan dan penawaran ikan dan informasi harga. Namun demikian, hasil penelitian menemukan bahwa nelayan masih memiliki pengetahuan yang lemah dalam penggunaan telepon genggam, GPS, sonar maupun internet di laut. Hal ini menyebabkan mayoritas nelayan masih menggunakan teknologi tradisional dalam menangkap ikan di laut.

Jika dilihat dari kesiapan infrastruktur jaringan, di berbagai wilayah desa tertinggal telah tersedia jaringan internet dan operator seluler ditambah pula program Sistem Informasi Desa dimana setiap kantor desa memiliki jaringan wifi dengan kualitas cukup baik. Kepemilikan telepon pintar bukan menjadi permasalahan karena mayoritas masyarakat desa telah memilikinya. Namun pemanfaatannya yang masih minim untuk kegiatan produktif dibutuhkan adanya edukasi dan pendampingan.

Penyuluhan saat ini, perlu diperluas bukan hanya pada teknis pertanian tetapi juga pada teknis pemanfaatan media internet agar produktivitas dapat meningkat. Perlu adanya komitmen yang kuat antara pemerintah baik pusat, provinsi maupun desa serta para stakeholders untuk menjembatani masyarakat agar kemampuan dan kemauan menggunakan internet dapat tumbuh dan meningkat. Pendekatan interpersonal dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti sosialisasi, pertemuan kelompok dan pendampingan. 

Selain itu, perlu adanya gerakan social marketing di media massa yang dekat dengan petani agar petani di wilayah pedesaan dapat terbuka wawasannya mengenai pentingnya pemanfaatan internet bagi peningkatan kapasitas dirinya sehingga dapat berdampak pada produktivitasnya. Peluang mengembangkan masyarakat di wilayah pedesaan untuk memanfaatkan internet sangat besar. Namun, pendekatan komunikasi, sosialisasi dan komitmen para stakeholders menjadi kunci keberhasilan ini.

Terbatasnya sarana internet ‎di sekolah-sekolah wilayah 3T (terpencil, terluar, dan tertinggal) mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan berbagai terobosan. Salah satunya kerjasama dengan Kemdikbud Didik Suhardi, Kemdikbud tentang Penyediaan Akses Internet dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pembelajaran di sekolah pada Kamis.‎ Diharapkan, dengan kerja sama tersebut dapat memperlancar proses belajar mengajar di wilayah 3T.

Kerja sama antara kedua kementerian bertujuan mewujudkan percepatan untuk penyediaan internet secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, khususnya daerah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T)

Kerja sama Kemdikbud dan Kemkomnfo mencakup penyediaan data dan informasi, pendampingan dan pengembangan sumber daya manusia, penyediaan akses internet dan akses komputer, serta penyediaan sarana dan prasarana pendukung teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dengan kerja sama ini diharapkan para peserta didik yang sebelumnya terbatas sumber belajar dan informasinya menjadi lebih aktif dan semangat dalam belajar meskipun tinggal di daerah 3T. 

Dari data diketahui, Badan Aksesibiitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menuntaskan program penyediaan akses internet bagi 3.126 Puskesmas dan rumah sakit sebagai bentuk dukungan untuk reformasi kesehatan.

Menkominfo Johnny G Plate mengungkapkan target on air 3.126 Puskesmas dan rumah sakit di Indonesia telah terwujud. Pembangunan akses internet untuk mendukung layanan kesehatan itu dibiayai melalui anggaran Komite Penanganan Cocid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). Di akhir Desember 2020, pemerintah sudah menuntaskan penyediaan akses internet di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang membutuhkan optimalisasi layanan internet. 

Komitmen Pemerintah untuk melakukan akselerasi penyediaan akses internet di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di seluruh Indonesia. Upaya itu merupakan prioritas yang perlu dilakukan untuk percepatan penanganan Covid-19.

Khususnya dalam tiga agenda utama yaitu optimalisasi telekomunikasi antar dan intra fasyankes, peningkatan kualitas arus data fasyankes, serta emanfaatan aplikasi kesehatan berbasis digital khususnya di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). 

Mengutip data Kementerian Kesehatan, Menteri Johnny menunjukkan hingga 31 Desember 2019 terdapat 2.877 rumah sakit dan 10.134 puskesmas di Indonesia. Dari total 13.011 fasyankes tersebut, BAKTI Kementerian Kominfo mengidentifikasi 3.126 fasyankes yang masih membutuhkan optimalisasi layanan internet. Dari 3.126 titik tersebut, di tahun 2019, BLU BAKTI Kominfo telah menyediakan akses internet di 226 titik fanyankes. Sedangkan pada tahun 2020 ini, melalui kerjasama dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), BLU BAKTI Kominfo akan melakukan percepatan layanan internet di 2.192 fasyankes. 

Menteri Johnny menyatakan, akses internet untuk 708 fasyankes sisanya, akan diselesaikan pada kuartal I tahun 2021 mendatang. Dengan demikian Kementerian Kominfo akan menuntaskan penyediaan akses internet di seluruh fasyankes pada kuartal I tahun 2021. Ketersediaan akses internet di fasyankes diharapkan dapat mendukung program-program kesehatan masyarakat untuk jangka panjang. Baik penurunan angka kematian ibu dan bayi, mencegah stunting, mendukung program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, dan peningkatan layanan kesehatan melalui telemedicine. 

Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga tengah menguji teknologi Super Wifi untuk menyalurkan akses internet di kawasan tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Teknologi ini menawarkan cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan wifi biasa.

Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Anang Latif mengatakan bahwa teknologi Super Wifi pada hakikatnya sama seperti teknologi wifi pada umumnya. Bedanya, Super Wifi dapat menjangkau hingga 500 meter atau lima hingga sepuluh kali lipat lebih luas dibandingkan dengan wifi biasa. Teknologi wifi ini terpisah dengan teknologi satelitnya, sepanjang kami bisa alokasikan satelit lebih banyak di titik Super Wifi, tentu kapasitasnya cukup besar.

Saat ini Bakti masih menguji teknologi Super Wifi. Jika teknologi ini stabil, Bakti bakal menggunakan teknologi ini secara masif. Bakti melakukan uji coba teknologi Super Wifi di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Super Wifi terpasang di 23 titik dengan memanfaatkan akses internet dari satelit.

Dari total 7.652 titik Internet cepat yang dibangun oleh BLU Bakti, 852 titik berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sementara, 538 titik diantaranya dimanfaatkan untuk sektor pendidikan, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk kantor pemerintahan, pelayanan kesehatan, pusat kegiatan masyarakat, dan sebagainya. Super Wifi menawarkan kecepatan berkisar 8 Mbps – 30 Mbps tergantung dengan lokasi dan kapasitas satelit.

Adapun manfaat dari Super Wifi akan lebih optimal jika Satelit Multifungsi Satria telah diluncurkan, sebab Satria memliki kapasitas yang besar yaitu 150 Gbps. Satelit Satria juga merupakan satelit khusus internet, yang cocok dengan teknologi ini. Satria rencananya akan menghadirkan internet di 150.000 titik wifi, dengan perincian, sekolah 93.900 titik, kantor pemerintah daerah 47.900 titik, fasilitas kesehatan 3.700 titik, kantor kepolisian 3.900 titik, lainnya 600 titik.

Investasi untuk teknologi Super Wifi akan lebih mahal dibandingkan dengan wifi biasa, kendati belum dapat menyebutkan nilai pastinya karena masih dikaji. Perluasan infrastruktur membutuhkan kolaborasi dan sinergitas dan dukungan pemerintah daerah, operator telekomunikasi dan pemangku kepentingan.

Terpopuler

To Top