CN, Banjarmasin - Jelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Selatan (Kalsel) telah memunculkan dinamika politik lokal yang semakin tinggi. Pilkada Kalsel pada tanggal 9 Desember 2020 lalu memang berlangsung sangat sengit karena hanya ada dua kontestan, yakni pasangan calon nomor urut 01 H. Sahbirin Noor sebagai petahana yang didampingi H. Muhidin, Wali Kota Banjarmasin periode 2010—2015. Sementara itu, sang penantang adalah Prof. H. Denny Indrayana, mantan Menteri Hukum dan HAM yang berpasangan dengan H. Difriadi Derajat, Wakil Bupati Tanah Laut periode 2010—2015.
Meskipun dalam peraturan telah ditetapkan tidak ada lagi kegiatan kampanye dalam bentuk apapun, namun masih terdapat aktifitas kampanye yang semakin intens di media sosial. Maraknya beragam bentuk kampanye di media sosial berisi konten-konten yang mengandung unsur tuduhan dan fitnah (black campaign) yang dibuat hanya untuk menjatuhkan salah satu paslon adalah bentuk membangunan opini image negatif terhadap lawan.
“Ini memang biasa dilakukan kandidat sebagai bentuk pembangunan opini karena salah satu pihak tak punya bahan lain semisal prestasi atau capaian kerja yang layak dibanggakan,” demikian diungkapkan pangamat politik dari Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Publik (PKPK), Muh. Saiful, Minggu (11/4/2021).
Saah satu bentuk kampanye di media sosial berisi konten-konten yang mengandung unsur tuduhan dan fitnah (black campaign) adalah bagaimana adanya berbagai tuduhan dan fitnah tidak berdasar yang ditujukan kepada pihak paslon 01. H. Sahbirin Noor (Paman Birin) sebagai petahana dengan membangun opini seakan-akan telah berlaku curang dalam kontestasi Pilgub dan PSU Kalsel.
Contoh yang paling mutakhir adalah adanya tuduhan dari pihak penantang atau lawan, terkait sidak bakul yang dikatakan adanya pembagian bakul di daerah-daerah yang berisi sembako dan dibagikan oleh tim Paman Birin. Setelah dilakukan penelusuran, bakul yang dijadikan bukti tersebut ternyata sisa bakul yang dibagikan Paman Birin saat kejadian banjir dan itu bukan di area PSU.
“Ini memang kebiasaan paman Birin sejak dulu. Dan itu duit pribadinya murni bentuk kepedulian sosial paman,” tutur muslim, seorang warga Banjar.
Demikian juga tuduhan terhadap adanya sticker “Ayo ke TPS” berbentuk bulat yang dituliskan angka yang menandakan jumlah pemilih di rumah tersebut. “Kenyataannya di daerah Mataraman ada juga sticker “Ayo ke TPS” yang bentuknya kotak dan gak ada tulisan angkanya,” imbuh tim Paman Birin.
Pengamat politik Muh. Saiful menilai cara-cara tersebut tak elegan dalam sebuah kontentasi pemilihan pemimpin yang seharusnya mengedepankan prestasi dan kerja nyata yang dilakukan oleh para kandidat tersebut. Gaya pembangunan opini semacam ini sama sekali tak mendidik dan mencerdaskan politik warga.
“Bahkan hanya akan menimbulkan politik pecah belah serta memperbesar konflik horisontal dalam masyarakat karena mengajarkan masyarakat saling membenci. Padahal sejatinya dalam Pilgub masyarakat diajar untuk bisa berpolitik secara cerdas,” tegasnya.
Saiful menjelaskan, melihat kondisi tersebut bisa ditarik kesimpulan awal bahwa opini yang selama ini dibangun oleh pihak penantang dari paslon 01, sama sekali cuma berhenti hanya pada mencari kekurangan pihak lain tanpa mampu menampilkan prestasi yang dicapai.
“Ini sangat menyesatkan dan tidak elegan dalam sebuah pemilihan pemimpin karena masuk dalam kategori menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan,” pungkasnya.