CN, JAKARTA - Inovasi dan konservasi merupakan strategi pengembangan budaya yang tepat di era penuh disrupsi saat ini.
"Kesenian sebagai produk kebudayaan perlu terus berkembang sesuai dengan konteks zaman dengan menjadikan masa lalu sebagai titik berangkat," kata Pengamat Budaya, Dhianita Kusuma Pertiwi, Senin (8/3).
Menurutnya, fenomena tarik-menarik antara tuntutan mengikuti kebaruan dan menjaga nilai tradisi menjadi tantangan bagi pelaku dunia kesenian tradisi, termasuk pewayangan.
Artikel pengembangan dari tesis Transformasi Konsep Kekuasaan dalam Adaptasi Sabha-parva ke Lakon Wayang Sesaji Raja Suya Karya Ki Purbo Asmoro yang mendapatkan penghargaan Nusantara Academic Award 2020 melalui kerjasama Nusantara Institute dan BCA ini akan membahas tentang strategi adaptasi dan transformasi lakon wayang Sesaji Raja Suya dalam konteks pengembangan seni tradisi di Indonesia.
Dhianita menjelaskan transformasi dalam adaptasi Sabha-parva ke lakon Sesaji Raja Suya mengimplikasikan relasi timbal balik yang menghubungkan suatu karya dengan latar belakang budaya pada tempat dan waktu karya tersebut dibuat.
"Sekuen cerita yang menggambarkan persiapan dan pelaksanaan upacara rajasuya berkurang secara cukup signifikan, diikuti dengan amplifikasi adegan-adegan perang antara Pandawa dengan kubu musuh, yakni anak buah Jarasandha. Hal tersebut berkaitan dengan aturan dalam tradisi penulisan lakon dan alam pikir masyarakat Jawa dalam memaknai upacara rajasuya," tuturnya.
Lebih lanjut Dhianita mengatakan masyarakat Jawa sampai hari ini masih mempercayai pentingnya selamatan sebagai ekspresi rasa syukur atas limpahan rezeki, juga cara manusia memohon kepada penciptanya untuk terus memberikan perlindungan kepada manusia dan makhluk lain. Selamatan juga didasari oleh gagasan kesukarelaan dan kesederhanaan, karena tamu yang hadir diundang tanpa paksaan dan diperlakukan setara selama selamatan berlangsung.
"Duduk bersama dalam posisi bersila di lantai memiliki makna membumi, memaknai kembali relasi manusia dengan penciptanya, dan meleburkan batas-batas antara sesama manusia seperti jabatan atau kedudukan," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, Rajasuya pun dimaknai oleh masyarakat Jawa sebagai selamatan atas keberhasilan Pandawa mencegah upaya Jarasandha membuat kekacauan di muka bumi. Pemaknaan tersebut didasarkan pada gagasan perdamaian dan kesejahteraan yang terwujud melalui keseimbangan atau harmoni antara dua dunia, yakni jagad cilik dan jagad gedhe.
"Dengan dasar pemikiran tersebut, kemampuan pemimpin untuk menjaga harmoni atas wilayah kewenangannya pun dirayakan secara khidmat melalui pagelaran lakon wayang Sesaji Raja Suya pada acara-acara peringatan dies natalis oleh sejumlah institusi dan organisasi di Indonesia dalam konteks masyarakat kontemporer saat ini. Penyesuaian-penyesuaian tekstual dalam adaptasi Sesaji Raja Suya telah menjadikan lakon wayang tersebut dapat terus dinikmati dan dimaknai sampai hari ini," tutup Dhianita. (*)
Era Disrupsi, Inovasi Dan Konservasi Kebudayaan Terus Dikembangkan
Senin, 08 Maret 2021 , 16:32:00 WIB
foto : istimewa