CN, Jakarta - Pemerintah mencatat terdapat paradigma baru dalam bertransportasi jalan di masa pandemi Covid-19. “Ada tiga paradigma baru dalam bertransportasi sehingga total menjadi tujuh yang harus diperhatikan. Tiga paradigma itu yakni sehat, bersih, humanis yang diterapkan sejak pandemi Covid-19. Dengan begitu menjadi tujuh dengan aman, selamat, tertib, dan lancar,” demikian disampaikan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi saat menjadi keynote speaker dalam Webinar “Kebijakan Pengendalian dan Ketahanan Bisnis Angkutan Jalan dan Perkeretaapian di Masa Pandemi”, Jumat (18/9/2020).
Webinar yang diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub) bersama UGM dan ITS dibuka oleh Kepala Badan Litbanghub Umiyatun Hayati Triastuti setelah laporan kegiatan oleh Kepala Pusat Litbang Darat dan Perkeretaapian Cucu Mulyana.
Menurut Dirjen Budi, ada hasil temuan dengan penerapan di masa adaptasi baru dalam bertransportasi ini yakni pertama korelasi interaksi pergerakan dengan episentrum dan penyebaran Covid-19. “Secara umum terdapat hubungan antara episentrum dengan pergerakan untuk wilayah dalam kota tidak terlalu signifikan. Artinya ada faktor lain lain yang memengaruhi pergerakan,” ujarnya.
Dirjen Budi menjelaskan, selanjutnya terdapat temuan II yakni korelasi aktivitas dan penyebaran Covid-19 secara umum terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas di pusat keramaian terhadap penyebaran Covid-19 diantaranya pada pusat retail, taman, dan rekreasi.
Dirjen Budi menambahkan, bahwa dalam menyesuaikan dengan kondisi pandemi ini, perubahan paradigma yang ada harus dengan mengedepankan aspek kesehatan sebagai unsur yang harus dipenuhi dalam mewujudkan pelayanan transportasi selain aman, selamat, tertib, dan lancar. “Dengan menggunakan masker, hand sanitizer, melakukan pembatasan operasi dan penyesuaian load factor angkutan,” tegasnya.
Perubahan paradigma juga terjadi pada pola pelayanan sektor transportasi darat mulai dari sarana, prasarana, lalu lintas dan angkutan. Sehingga terjadi percepatan penerapan IT dalam pelayanan sektor transportasi darat seperti perizinan online, e-ticketing, dan lain sebagainya. “SOP perjalanan menggunakan kendaraan umum juga diatur pada masa adaptasi baru,” jelasnya.
Dirjen Budi juga memaparkan, bahwa selama masa pandemi terjadi pihaknya melakukan kajian angka kerugian bersama Organda. Hasil kajian sementara ini menunjukkan angka kasar yang relatif tinggi. Kerugian yang diakibatkan karena ada penurunan terhadap produksi penumpang dan juga kendaraan yang melayani dalam 1 bulan itu kehilangannya untuk AKAP saja bisa mencapai Rp 1,6 triliun. Secara keseluruhan angka kehilangan pendapatan per bulan mencapai Rp 15,9 triliun. Jumlah itu terbagi dalam angkutan penumpang sebesar Rp 8,4 triliun dan angkutan logistik senilai Rp 7,4 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tekanan terhadap para operator. Sejalan dengan itu, dia juga menganalisa perubahan traffic ketika sebelum, selama, dan sesudah penerapan PSBB di DKI Jakarta.
"Itu kita lihat memang grafik awalnya baik untuk pergerakan produksi kendaraannya, kemudian produksi juga penumpangnya, itu mengalami penurunan drastis dan pada titik akhirnya pada bulan Mei itu memang sangat di bawah sekali," pungkas Dirjen Budi.