CN, JAKARTA – Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, Harry Hikmat memaparkan Kebijakan Pemerintah Dalam Pemenuhan Hak Anak Disabilitas Dalam Penerapan Adaptasi Kenormalan Baru pada Webinar Anak Disabilitas Pemahaman dan Pemenuhan Hak yang diselenggarakan Save The Children dan Disability Rights Fund.
Harry menyampaikan bahwa pemerintah sedang berupaya keras agar Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) bisa diterapkan secara konsekuen sesuai dengan konvensi internasional maupun peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan (UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas). Ada sejumlah peraturan turunannya seperti PP, Perpres, Permen yang harus segera mungkin dirumuskan dan ditetapkan sehingga membutuhkan masukan dari berbagai pihak.
Tantangan yang dihadapi Ditjen Rehabilitasi Sosial untuk melakukan berbagai langkah-langkah yang lebih progresif bersama para stakeholder/pemangku kepentingan untuk memajukan, memberikan penghormatan, pemenuhan hak dan perlindungan bagi para Penyandang Disabilitas.
“Kita memahami ada UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya yang sangat erat dengan pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas termasuk kelompok umur anak” kata Harry. UU No 8 tahun 2016 mengamanatkan sejumlah PP yang segera diterapkan dan beberapa PP sudah dirumuskan sebagai bentuk perwujudan keinginan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum pemenuhan hak-hak Penyandang Disabilitas.
Menurut Harry, anak yang mengalami disabilitas termasuk anak yang membutuhkan perlindungan khusus sesuai UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Anak disabilitas mempunyai keterbatasan fisik, mental, spiritual, intelektual dan sensorik dalam jangka waktu lama, sehingga ketika berinteraksi dengan lingkungan seringkali menemui hambatan selain dari sikap masyarakat yang seringkali menyulitkan untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak disabilitas dapat berpartisipasi penuh dan efektif atas dasar kesetaraan hak .
“Saya senang tadi Paul, Rafael menyampaikan ada minat dan bakat yang sudah diaktualisasikan. Saya kira ini anak-anak bisa mengaktualisasikan potensi yang dimiliki atas dasar respek dari orang tua, pengasuhan dan perlindungan dari orang tua dan keluarganya” kata Harry. Anak-anak dengan disabilitas bisa berhasil di masa depan apabila ada tanggungjawab keluarga, masyarakat pada umumnya bisa memahami keterbatasan, memberikan respek dan perlindungan serta berusaha keras memenuhi hak-hak anak, terang Harry.
Dalam situasi bencana, anak dengan disabiltas membutuhkan perhartian, perlindungan dan pertolongan apalagi di masa pandemi covid-19. Tantangan kita adalah bagaimana anak penyandang disabilitas bisa mendapatkan layanan rehabilitasi, bantuan sosial, mendapatkan perlindungan khusus, perawatan dan pengasuhan dari keluarga /keluarga pengganti, pemenuhan kebutuhan khusus, perlakuan yang sama dan pendampingan sosial.
Pada situasi pandemi, anak disabilitas memiliki risiko dari yang rendah hingga tinggi. Apabila orang tua dan keluarganya memberikan perlindungan, pengasuhan dan memenuhi hak anak dengan baik risiko bisa ditekan. Penting untuk membangun kesadaran masyarakat betapa penting memberikan pengasuhan, perlindungan, pemenuhan hak anak berbasis orang tua, keluarga dan komunitas.
Dalam situasi pengasuhan yang tidak layak, muncul risiko yang tidak diharapkan, seperti Anak-anak tidak tahu harus berperilaku ketika orang tuanya terkonfirmasi positif covid-19. Ada gangguan dari orang tua untuk memberikan pengasuhan yang terbaik. Akan muncul masalah seperti anak menjadi takut, cemas/anxiety, depresi bahkan stress. Ini membutuhkan layanan lebih lanjut seperti konseling, bimbingan, hotline dan sebagainya.
Kemensos sudah berkirim surat ke kemendikbud agar memberikan perhatian yang serius kepada anak penyandang disabilitas, memastikan inklusi di sekolah dan sekolah khusus/luar biasa, berbagai kebutuhan anak disabilitas termasuk kelompok anak disabilitas dari keluarga yang tidak mampu.
Gambaran risiko penting untuk memastikan respon yang akan dilakukan. Respon untuk melakukan manajemen kasus menjadi sangat penting, melalui sebuah layanan rehabilitasi, psikososial, konseling, maupun rujukan serta bantuan sosial. Penting untuk memberikan kesempatan yang luas untuk aksesibilitas bagi anak disabilitas/orang tua/ keluarganya untuk mendapatkan pelayanan-pelayanan sosial (rujukan, hotline/contact center, penjangkauan). Perlu ada asesmen yang komprehensif terhadap resiko yang memperhatikan aspek psikososial, medis, fisik, mental dan lainnya.
Respon darurat menjadi suatu hal yang urgen ketika anak/orang tua terpapar covid-19. Kemensos berkoordinasi dengan satgas Covid-19 dan kementerian kesehatan agar jangan sampai ada anak yang terkonfirmasi positif covid-19 tidak mendapatkan respon darurat sesuai dengan SOP penanganan Covid-19.
Ketika membuat perencanaan untuk intervensi/ asistensi rehabilitasi sosial (Atensi) penting memperhatikan apakah anak yang membutuhkan respon kasus masih bisa dimungkinkan berada dalam lingkungan keluarga, atau sementara dilayani di temporary shelter misalkan yang dimiliki LKS atau dirujuk lebih lanjut ke balai-balai rehsos sebagai sebuah sistem residensial. Apapun pilihannya, pada tiga alternatif tersebut bisa terlaksana pemenuhan kebutuhan dasar, terapi, pengasuhan anak, dukungan keluarga.
Sistem yang dikembangkan sebagai sebagai sebuah kebijakan kedepan, penting memperhatikan dukungan keluarga secara intensif, karena keluarga adalah tempat terbaik bagi anak. Dukungan keluarga harus diperkuat sehingga pemenuhan hak dan kebutuhan anak bisa dipenuhi oleh keluarga. Kalau keluarga ada hambatan dalam memenuhi kebutuhan anak, tanggung jawab negara/ pemerintah untuk mensupport agar keluarga mempunyai kapasitas dalam memenuhi hak-hak anak.
“Kita upayakan anak yang terpapar Covid-19 tetap mendapatkan perawatan dan support dari keluarga atau pengasuhan oleh keluarga kerabat /kindship care karena di Indonesia sistem kekerabatan masih baik. Mengatasi persoalan anak tidak harus diselesaikan melalui panti sosial," tegas Harry. (*)