CN, JAKARTA - Mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia tidak tahu aturan yang berlaku di negaranya sendiri. Apalagi sikap mendesak itu dilakukan ketika pengujian Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK yang baru itu sedang berlangsung.
"Bagi seorang Presiden untuk mengeluarkan Perppu itu harus mengikuti syarat konstitusi yang ada, yaitu kegentingan yang memaksa. Keadaan genting tapi tidak memaksa, maka tidak ada alasan untuk bisa diterbitkannya Perppu.Mengeluarkan Perppu KPK itu harus tetap mengikuti syarat konstitusionalnya," kata Bambang pada media, Selasa (12/11/2019).
Menurut Bambang, kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai fungsi lahirnya adalah bekerja untuk menyempurnakan kinerja Kepolisian dan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Dari sudut pandang lahirnya KPK itu, eksistensi KPK bukanlah pesaing yang harus memperlihatkan tajinya dari institusi Kepolisian dan Kejaksaan dalam menangani korupsi. Akan tetapi lebih kepada mitra dari dua institusi besar yang berwenang menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia itu, dengan menitikberatkan pencegahan melalui supervisi, monitoring, kordinasi dan evaluasi daripada penindakan.
Sejalan dengan perkembangannya dalam berbenah dan perbaikan institusi dari tahun ke tahun hingga 15 tahun lebih, lanjut Bambang, maka ketika Kepolisian dan Kejaksaan sudah kuat dan memiliki integritas tinggi dalam menagani kasus-kasus korupsi, idealnya KPK dibubarkan, atau tepatnya dengan penuh rendah hati mereka membubarkan diri. Karena kalau Kepolisian dan Kejaksaan sudah kuat seperti sekarang ini, maka KPK dapat dipandang hampir tidak ada fungsinya kecuali hanya menghabiskan anggaran negara dalam membiayai oprasionalnya.
"Dengan semangat memberantas korupsi, sekarang sudah saatnya Presiden Joko Widodo melirik, memperkuat dan mempercayakan kepada institusi Kepolisian dan Kejaksaan yang semakin hari semakin bagus dan berintegritas dalam memerangi korupsi. Buktinya data capaian dan kinerja pertahun 2018 menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi yang dilakukan Kepolisian dan Kejaksaan jauh lebih besar daripada KPK.
Dalam website KPK tahun 2018 misalnya, KPK tertulis melakukan sebanyak 28 Oprasi Tangkap Tangan (OTT) dengan penyelamatan uang negara sebesar Rp 500 miliar. Tidak berbanding lurus dengan anggaran negara yang diserap KPK di tahun yang sama yakni Rp 744,7 miliar. Biaya anggaran itu menunjukkan lebih besar dari uang negara yang diselamatkan. Sementara penyelamatan uang negara yang dilakukan pihak Kepolisian terhadap kasus korupsi jauh lebih tinggi dari KPK, yakni Rp 2,3 triliun pada 2018. Di samping itu, masih di tahun yang sama, institusi Kejaksaan menyelamatkan uang negara sebebsar Rp 326 miliar.
"Saya yakin pemberantasan korupsi di negeri ini akan semakin membuahkan hasil kerja yang diharapkan oleh masyarakat. Membuahkan hasil di sini harus digaris bawahi, yakni bukan berarti dimaknai bahwa keberhasilan pimpinan KPK periode 2019-2023 ini diukur dari banyaknya memenjarakan orang, atau banyak menangkap koruptor lewat OTT (Operasi Tangkap Tangan), akan tetapi diharapkan dengan kebijakan dan gebrakan-gebrakannya yang sejalan dengan undang-undang para koruptor tidak lagi memiliki kesempatan untuk melakukan aksi," tegasnya. (*)
Mendesak Presiden Terbitkan PERPPU, Tindakan Yang Tidak Sesuai Peraturan
Rabu, 13 November 2019 , 14:49:00 WIB
Foto: Ist