CN, Jakarta - Pembangunan Infrastruktur di era Presiden Joko Widodo dinilai sudah tepat karena terbukti berhasil mendorong perekonomian daerah. Namun, pemerintah daerah perlu didorong untuk terus berinovasi agar makin mengoptimalkan potensi daerah masing-masing terutama di sektor pariwisata dan ekonomi pedesaan.
"Pembangunan infrastruktur mendorong pariwisata dan mampu menggerakkan ekonomi rakyat di daerah," demikian diungkapkan Deputi I Kepala Staff Kepresidenan Bidang Pengendalian Pembangunan Program Prioritas, Darmawan Prasojo dalam diskusi IndoSterling Forum bertajuk Mengukur Infrastruktur: Sejauh Mana Pembangunan Infrastruktur Menstimulasi Pembangunan Ekonomi di Daerah yang berlangsung di Gedung Media Indonesia Jakarta, Selasa,(6/8/2019).
Hadir sebagai keynote speaker Dirjen Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kemendes PDTT, Taufiq Madjid, dan Deputi I Kepala Staff Kepresidenan Bidang Pengendalian Pembangunan Program Prioritas, Darmawan Prasojo. Sementara para pakar yang hadir dalam diskusi antara lain, pengamat ekonomi Faisal H. Basri, anggota Komisi V DPR-RI Syarif Abdullah Alkadrie, serta Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ari Kuncoro.
Menurut Darmawan, proyek infrastruktur bukan hanya mengurangi waktu tempuh perjalanan ataupun mempercepat jalur logistik, tapi lebih jauh lagi mendorong dan menggerakkan ekonomi kerakyatan. "Dulu Jakarta-Cirebon ditempuh dengan waktu 10-12 jam , sekarang hanya 3,5 - 4 jam saja. Kehadiran Infrastruktur ini mendorong berkembangnya ekonomi daerah," ujarnya.
Darmawan menjelaskan bahwa, visi pembangunan infrastruktur Presiden Jokowi sangat sederhana namun dengan kesederhanaanya itu menghilangkan hambatan dalam pelaksanaanya. "Kita melihat bahwa pembangunan infrastruktur di seluruh pulau-pulau di Republik ini telah berbuah manis, berhasil menggerakkan perekonomian rakyat," tuturnya.
Darmawan menambahkan bahwa, pembangunan infrastruktur tanpa adanya interaksi dan koordinasi pemerintah daerah, investor dan komponen masyarakat tidak akan terwujud.
Pada kesempatan yang sama Dirjen Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kemendes PDTT, Taufiq Madjid dalam paparannya mengatakan, bahwa saat ini telah terjadi perubahan paradigma pembangunan desa di mana desa sebagai subyek utama pembangunan.
Pertama, pemberian kewenangan berdasarkan azas rekognisi dan subsidiaritas yang berarti pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan (eksistensindesa). Sedangkan subsidiaritas berarti penggunaan kewenangan staf lokal. Kedua, kedudukan desa sebagai pemerintah berbasis masyarakat, yaitu campuran dari komunitas yang mengatur dirinya sendiri (self governing community) dan pemerintah lokal (lokal self goverment).
Taufiq Madjid menjelaskan, untuk mewujudkan pembangunan desa sebagai subyek utama pembangunan, telah dilaksanakan kebijakan dana desa yang dari sisi pembangunan infrastruktur, sejak tahun 2015 sampai 2018, penyalurannya tiap tahun meningkat. Yang berlanjut pada program prioritas penggunaan desa, realisasi belanja dana desa, serta capaian output dana desa yang makin lama kian baik hasilnya. "Dana desa telah meningkatkan akses transportasi. Program pembangunan desa juga telah meningkatkan pelaksanaan padat karya tunai desa melalui dana desa, perkembangan jumlah badan usah milik desa (BUMDesa)," jelas Taufiq.
Menurut Taufiq, hingga kini telah terbangun sepanjang 191.600 km jalan, 1.140 ribu jembatan, dan 5.371 unit dermaga. "Apa yang telah dicapai dari program Dana Desa adalah telah menunjang aktivitas ekonomi masyarakat serta telah meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa," tuturnya.
Taufiq menambahkan, salah satu indikator dalam pembangunan desa adalah tingkat kepemilikan aset masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi daerah.
"Selain sumberdaya manusia, keberhasilan peningkatan ekonomi desa dapat dilihat dari aset yang dimiliki desa, dan seberapa besar partisipasi masyarakat didalamnya," jelasnya.
Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro menilai, pembangunan infrastruktur telah mendorong peningkatkan kapasitas produksi perekonomian, menghubungkan kutub-kutub pertumbuhan/aglomerasi ekonomi.
Selain itu, program Infrastruktur telah mendorong peningkatan akses bekerja bagi penduduk kota/pedesaan dan peningkatan akses perdagangan bagi penduduk/kota pedesaan. Selain itu juga meningkatkan akses kesehatan dan pendidikan tinggi serta relokasi sektor manufaktur ke daerah pedalaman.
"Yang paling dinikmati masyarakat dari Infrastruktur adalah soal waktu (jarak tempuh), masyarakat yang tadinya konektivitasnya jalan provinsi yang pas-pasan atau ada tapi macet bisa menikmati perjalanan mereka. Kedua yang berkesan bagi masyarakat itu bahwa diluar daerah mereka banyak yang menarik, dan ini yang mendorong sektor pariwisata," ujarnya.
Menurut Ari, dampak terbesar dari pembangunan infrastruktur di era Presiden Joko Widodo adalah pada peningkatakan perekonomian daerah. Masyarakat tidak perlu lagi mencari penghidupan di kota besar, namun mereka dapat membangun usaha dengan tetap tinggal di desa. "Bagi orang desa, sekarang bisa hidup di desa, dia bisa punya bisnis di tempatnya. Anak-anak petani bisa menggunakan tehnologi internet untuk menjual produk pertanian ayahnya," jelasnya.
Ari juga menambahkan bahwa, pada tahun 2018 ini BPS juga mencatat angka kemiskinan terendah sejak tahun 1999 yaitu sebesar 9,82 persen dari jumlah penduduk total.
Ari juga menjelaskan dampak positif pembangunan infrastruktur lainnyan adalah pada tingkat propinsi terjadi penurunan ketimpangan antar kabupaten-kota serta terjadi perbaikan setelah 2015.
Sementara anggota komisi V Syarif Abdullah Alkadrie menegaskan bahwa pembangunan Infrastruktur selain mempermudah transportasi juga mempererat persatuan dan meningkatkan rasa nasionalis kebangsaan.
Untuk itu kesinambungan atau keberlanjutan program kerja pemerintah di bidang infrastruktur untuk menaikkan angka pertumbuhan merupakan pilihan utama.